Thursday, June 22, 2006

Di Auditorium ini



DI AUDITORIUM INI



Hari ini kami di sini
sebagai wargamu DBP
menyambut kelahiran 50 tahun usiamu
tak terbilang dengan kata
tak terhakis dengan bisa
yang tidak terungkai lamanya
dalam sekam bara dan senyum manismu

Berbekalkan semangat perjuangan panglima bahasa
"Bahasa Jiwa Bangsa"
namamu tetap utuh megah berdiri
walau angin itu
penuh dengan ranjau dibaluti duri berbisa
kau bisa padam api itu
dengan tangan dan kudratmu
bahang api dari suatu zaman
bisa berbisa lidah rakyat

Gelora perjuangan itu
bersemadi dalam benak jiwa kami
walau ketika nanti
api itu nyala kembali
aku dan mereka tahu
betapa tinggi darjat mu
di mata dan kepala mereka yang tahu pedih luka berbisa
kan kami usung keranda itu
bila masa ketika angin itu datang lagi
jangankan bahasa itu sakit
menyentuh dan menjentiknya jauh sekali

Bahasa ini tetapkan berdiri dalam jiwa itu
walau dibasuh dicuci
melekat sampai ke mati
dalam diri
jiwa semangat yang abadi.

gerugerar 22 jun 06/4.29 petang
menyapa kenangan di DBP, Bhg. Buku Teks.

JUBLI EMAS 50 TAHUN DEWAN BAHASA DAN PUSTAKA

Dewan Bahasa dan Pustaka Tenaga Jiwa Bangsa, Satu Jasad, Tiga Wajah

Malam di Balai Budaya

Malam itu di Balai Budaya
Api dan air mata

Malam itu di Balai Budaya
Seorang guru tua berbicara
"Berarak ke Parlimen, aku di muka"

Malam itu di Balai Budaya
Seorang peguam muda berkata
"Bakar Perlembagaan 152"

Malam itu di Balai Budaya
Seorang pemuda berteriak
"Ayuh, mari kita berarak"

Malam itu di Balai Budaya
Para pelajar berikrar
"Dada kami sedia dibakar"

Malam itu juga
Parlimen jadi pertanda
Memenggal leher BAHASA.

Nukilan:
Allahyarham Usman Awang 3.3.67

Friday, June 16, 2006

aku dan buku itu

Aku dan buku itu,
tidak dapat dipisahkan
walau waktu berputar
dunia berlegar
bagaikan isi dengan kuku
walau aku berteman jasad
kau benda tidak berdada nyawa

Aku,
aku manusia yang diciptakan-Nya
yang diharapkan menjadi manusia yang tahu nilai antara intan dan permata
yang kerdil
cengkam mata menari lagu lenggok bahasamu
dalam dada sebuah buku
nilai helaian kertas dalam membentuk baris-baris huruf dan kata bahasa itu
berisi, tak ternilai ilmunya
dalam lenggok kartu bahasa

Buku itu,
pertama kali kuselak muka-mukamu
dalam sudut gedung ilmu yang senang pada yang lebih payah
buku itu
tanpa emosi, jasad, jiwa dan perasaan
seperti aku
tapi, mampu berbicara naluri keberkatan batiniah hingga aku pandai menutur bahasamu

Aku dan buku itu,
tidak dapat dipisahkan
setiap waktu
sehingga mulut terkunci
sehingga mata terkatup kejap
hingga sekujur badan terbujur kaku
buku itu
tertutup rapat

Aku dan buku itu,
banyak ilmu yang dijunjung
duniawi dan ukhrawi
banyak wasiat terpahat di dalamnya
dalam kata bahasa
wasiat keturunan aku
agar menyentuhmu
bekal harta hiasi alam dunia dan rumah akhirat



Bukan Lupa, Tapi Tak Ingat



Masa yang meruntun Perasaan


Mahu aku katakan menyesal untuk keseribuan kalinya. Namun, apakan daya aku cuma manusia biasa yang kekadangnya terlupa dengan tanggungjawab dunia, terlupa seketika yang ada di dunia semuanya tidak kekal. Yang kekal hanya di sana menjadi tempat kekalnya hidup dan matinya kita.

Sesalan itu hanya lahir dalam diri kita bila berlakunya sesuatu yang terjadi tanpa diduga atau yang tidak dirancang. Walaupun tika itu kita bergembira, namun sebenarnya hati dan perasaan kita bersedih. Kembalinya aku ke sini bukannya untuk meluahkan perasaan hati, tapi sekadar untuk memenuhi suasana yang kian keruh, biarkan ia jernih walaupun seketika. Aku sendiri tak tahu kenapa aku terlontar ke sini. Tidak dalam mimpi, belum dalam angan dan jelas di siang hari aku mengheret diriku ke daerah asing ini. Daerah asing ini, adakah aku sendiri yang ciptakan?Atau sedia asal ia bertapak di sini.

Di manakah nukilan dan coretan kosong aku selama ini?Suram, kaku, kelu dan bisu perasaan itu kurasakan lama tidak menjelma dalam kotak fikiran yang kian berdebu. Debu itu ada kalanya luntur dik sedikit ilmu yang telah terpahat dalam-dalam di dalam lubuk hati aku. "Arghhh... debu itu bukan punca aku tak ke sini lagi", tapi mungkin kerna sesuatu yang lain menjadi kekalutan dalaman yang turut mengkecamukkan antara aku, perasaan aku, kotak fikiran aku, dan akal yang betul mencecah bumi ini. Mungkin kau takkan memahami apa yang aku rasakan. Zaman mu, zaman mereka dan zaman aku banyak berbeza. Bukan saja kau boleh pandang dalam ilmu lahiriah sahaja, kau perlu lebih tahu isi batiniah yang kian mendesak dalam gelodak jiwa alam penuh misteri ini.

Walaupun kau tidak mengerti hadirnya aku ke sini. Tapi, cubalah sesekali belayar dalam diri, perasaan, akal, otak fikiran aku. Walau mungkin payah dimengertikan dalam kamus hidup mu.






Thursday, January 12, 2006

aidiladha, haji dan korban

aidiladha
kau tiba pada 10 Zulhijah
tahun Hijrah bagi umat Islam

hari raya haji
hari itu
penuh bermakna
mungkin berkesempatan mengerjakan haji
tuntutan rukun Islam
pada jasad yang kerdil
dalamnya ada hati, jiwa dan naluri
seketul isi hati yang bersih putih
kosong, namun berisi amal ibadat tidak nampak mata yang melihat
bercoret dengan kata-kata iman dan ayat suci
bermujahadah, jihad melawan hawa nafsu nafsi

korban
menghampiri diri kepada Maha Esa
dengan sedekah kepada fakir miskin
seikhlas mungkin
pada isi alam yang ketawa dan menangis
meratapi nasib diri
yang belum tahu diuntung
yang mengerti jerih perih pengorbanan
dalam diri, duniawi dan ukhrawi


korban itu
tanda kesyukuran pada yang mencipta
lembu, kerbau, kambing dan yang layak untuk dikorbankan
menghayati semangat Korban
yang dilahirkan daripada pengabdian Nabi Ismail
dan Nabi Ibrahim kepada Allah
tentang cinta dan kasih
Nabi Allah Ibrahim kepada anaknya Ismail
Cinta dan kasih kepada anaknya
tidak boleh mengatasi cinta kasih dan kepatuhan
kepada Yang Maha Pencipta
selautan abadi

Korban
ada yang korban kasih, korban jiwa dan raga,
setulus hati
dalam kepompong dunia
bekalan ke negeri abadi

Rentetan perjalanan pengorbanan ini
jangan ada yang meratapi
dalam banyak segi pengorbanan
ada jiwa yang terkorban
dalam lebuh raya teknologi
penghubung jalan kota ke desa dan desa ke kota
suatu pemergian ke dunia asing yang abadi
tanpa dirancang yang sentiasa diingati
walaupun sedetik

aidiladha, haji dan korban
mungkin hari dan masa itu
menjadi lumrah qadak dan qadar-Nya
yang tercatat
tidak tertulis dalam kamus hidup
seorang insan mukmin sejati
dengan sebuah hati yang luhur
korban seorang hamba terhadap pencipta-Nya
memperbanyakkan amal ibadat dan mensyukuri segala nikmat
di suatu hari
raya aidiladha, raya haji dan raya korban.

aidiladha, haji dan korban
10.03 pagi, khamis, 12 januari 2006
(di pejabat: kenangan selepas balik kampung untuk menyambut hari raya korban di kampung -pantai Timur)

Wednesday, January 04, 2006

Terpahat Kenangan 2005


kenanganku bersamamu
waktu kau hadir
ku sambut dengan malam yang
berhiaskan lampu dan bunga api
kuciptakan sendiri
dengan azam yang teguh
dengan jati diri yang tidak pernah luntur

detik 12.00 malam itu
akan berlalu
dengan pengisian itu
bersama siang dan malam
kuhiasi dengan kata-kata pujangga
agar esok kaukan datang lagi
walaupun sekadar mimpi

dua belas bulan engkau di sini
dalam kekosongan waktu itu
kau dan mereka hiasi dengan titik perjalanan
yang tidak pernah terbuku
dalam catatan diari sepi
terukir ingatan dalam kamus hidup
mungkin ada yang menangisi
tidak kurangnya meratapi
sebagai kenangan yang dituai semusim abadi

mungkin mereka kan sedar
seperti aku
kau akan berlalu
yang berlari dalam suatu masa
menuntut jerih payah satu pengorbanan
suatu masa kan ada lahir tahun baru
menuntut kita hiasi kembali detik perjalanan ini
coretan perjalanan
di dalam hidup seharian
ada bermacam dugaan
mencari sebanyak mana asal terdaya
sebelum mentari menyelubungi
kita pun bangkit dari mimpi
menyambung semula pencarian
terhenti semalam
dalam tahun ini
kan ada dalam tahun depan
sama mungkin tidak serupa

kenangan 2005
(ditulis pada waktu pagi sebelum buat kerja, ketika aku teringatkan kenangan yang berlalu)
pukul 8.09/05 januari 2006